Knowledge Building
Knowledge Building (KB) merupakan teori yang dikembangkan oleh Carl Bereiter dan Marlene Scardamalia untuk menggambarkan apa yang diperlukan oleh komunitas pembelajar untuk membuat/mengkonstruksi pengetahuan. Teori ini dikembangkan untuk memfasilitasi kegiatan mendidik orang dalam knowledge age society, dimana keberadaan pengetahuan dan inovasi adalah pervasive. Dalam komunitas KB, siswa terlibat dalam pembentukan conceptual artifacts (sebagai contoh ideas, models, principles, relationships, theories, interpretations, dll.) yang dapat didiskusikan, diujicobakan, dibandingkan, dimodikasi, dll. Disamping itu para siswa melihat bahwa tugas utamanya adalah menghasilkan dan memperbaiki artifacts tersebut, bukan sekadar menyelesaikan tugas-tugas. Scardamalia (2002) [27] mengidentifikasi 12 prinsip KB. Prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut :
- Real ideas and authentic problems, yaitu dalam komunitas knowledge building, pembelajar memiliki concern atau perhatian terhadap pemahaman berdasarkan pemahamannya terhadap permasalahan sebenarnya di dunia nyata
- Improvable ideas, yaitu ide-ide yang dimiliki pembelajar merupakan obyek yang dapat diperbaiki lebih lanjut ke depannya.
- Idea diversity, yaitu dalam sebuah lingkungan pembelajaran, perbedaan pandangan atau ide dari pembelajar perlu adanya.
- Rise above, yaitu melalui perbaikan yang dilakukan secara terus menerus, pembelajar menciptakan higher level concepts.
- Epistemic agency, yaitu pembelajar menggunakan caranya sendiri untuk berada pada kondisi yang lebih baik.
- Community knowledge, collective responsibility, yaitu adanya kontribusi dari para siswa untuk memperbaiki pengetahuan kolektif dalam lingkungan pembelajaran merupakan tujuan utama dalam lingkungan knowledge building
- Democratizing knowledge, yaitu semua individu dipersilakan untuk memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan kualitas pengetahuan kolektif.
- Symmetric knowledge advancement, yaitu tujuan yang hendak dicapai bagi komunitas knowledge building adalah terbentuknya individu dan organisasi yang secara aktif menciptakan memberikan peningkatan (reciprocal advanced) pengetahuan.
- Pervasive knowledge building, yaitu pada siswa memberikan kontribusi terhadap collective knowledge building.
- Constructive uses of authoritative sources, yaitu semua anggota, termasuk pengajar, mempertahankan inquiry sebagai pendekatan alami untuk mempertahankan pemahamannya.
- Knowledge building discourse, para siswa terlibat dalam discourse untuk bertukar pikiran dengan anggota yang lain, juga untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi pengetahuan dalam lingkungan pembelajaran
- Concurrent, embedded and transformative assessment, yaitu para siswa mengambil pandangan global atas pemahamannya kemudian memutuskan untuk mengambial pendekatan yang sesuai untuk mengerjakan assessments
Realisasi dari segi teknologi terhadap prinsip-prinsip di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: adanya fasilitas pembuatan catatan untuk melakukan refleksi atas apa yang telah dipelajari, adanya fasilitas untuk dapat melakukan revisi atas apa yang telah dikerjakan atau ditulis, sehingga pengetahuan yang ada dapat terus diperbaiki, dan adanya fasilitas yang mendukung interaksi ide dengan sangat baik.
M. Scardamalia dan C. Bereiter membagi karakteristik knowledge-building discourse ke dalam 3 kategori [28]. Pertama, fokus dari discourse adalah pada persoalan dan pemahaman yang mendalam dimana proses menjelaskan sebuah ide merupakan tantangan utama. Kedua, knowledge building bersifat desentralisasi dan terbuka dengan fokus pada pengetahuan yang bersifat kolektif. Siswa yang memiliki pengetahuan lebih (atau pengajar) tidak berada diluar proses pembelajaran, namun juga berpartisipasi secara aktif, dan siswa yang memiliki pengetahuan lebih sedikit dapat memainkan peranan penting, sebagai contoh menandai atau menanyakan apa yang sulit untuk dimengerti. Ketiga, terdapat interaksi yang produktif dalam komunitas dengan proses adaptasi yang terus berlangsung